Indonesia memliliki banyak sekali
kesenian-kesenian tradisional yang unik-unik, setiap daerah memiliki keseniantradisional yang unik dan berbeda sesuai dengan adat dan budaya daerah
masing-masing sehingga keragaman bentuk serta karakter permainanya pun berbeda
pula.
Dalam kesempatan ini saya mau
ajak Anda untuk mengenal kesenian tradisional Ebeg dari Jawa Tengah. Walau kesenian
ini sudah lama tidak terdengar lagi tajinya, namun kesenian ini adalah salah
satu kesenian tradisioanl Jawa Tengah yang bertahan sampai sekarang dan telah
turun-temurun di kalangan masyarakat. Maksud saya menulis ini adalah untuk
mengajak pembaca semua mengenal kembali budaya-budaya lokal daerah di Indonesia
yang hampir punah di telan gelombang kemajuan zaman.
Ebeg adalah salah satu kesenian
tradisional yang gaungnya sudah tidak lagi terdengar. Namun di beberapa tempat
di Jawa Tengah, masih ada grup kesenian ebeg yang bertahan dan tetap setia
menghibur penggemarnya. Ebeg sangat kental dengan alam gaib. Sebuah bagian yang
penting yang membuat kesenian ini bisa bertahan.
Bagi sebagian masyarakat Jawa
Tengah, kesenian ebeg ini sangat terkenal dan setiap pementasanya sealu menarik
banyak penonton. Biasanya mereka tampil dalam sebuah hajatan. Sekali pentas mereka
mendapat bayaran antara 800 ribu hingga 1 juta rupiah. Tidak terlalu mahal,
untuk menyemarakkan hajatan di kampung-kampung.
Salah satu group kesenian ebeg
yang masih bertahan di jawa tengah adalah group ebeg Desa bumi Agung,
Kecamatan Rowokele, Kebumen. Di ceritakan bahwa kesenian ini sudah ada sejak
zaman Pangeran Diponegoro, sekitar abad ke-18. Para pemainya begitu bangga
disebut pasukan penunggang kuda, walau kuda yang mereka tunggangi hanya
kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu. Mereka sangat mencintai dan menikmati
profesi ini.
Di daerah lain kesenian
tradisional semacam ini juga sering di sebut dengan kesenian Jaranan. Satu group
ebeg biasanya terdiri antara 15-20 orang pemain. Selain ketua rombongan, ada
pemain, penabuh gamelan dan penimbul. Posisi tugas yang menarik adalah
penimbul, dialah yang bertugas memanggil dan memulangkan arwah atau indang. Penimbul
juga harus pandai mengendalikan para pemain yang sduah kerasukan hebat. Dalam kesenian
ini bagian inilah yang menarik dan unik. Ketika pemain sudah kerasukan
apapun bisa mereka lakukan termasuk makan daging ayam mentah dan memakan beling
kaca dan sebagainya.
Tugas penimbul lain yaitu dia
harus bisa melindungi seluruh anggota tim dan penonton, bila ada seseorang yang
jahil sengaja mengacaukan pertunjukan atau sekedar menjajal ilmunya. Bila ini
terjadi biasanya sang penari tidak mampu bergerak. Oleh sebab itu penimbul
haruslah orang yang memiliki ilmu yang sangat tinggi.
Ebeg adalah pestanya para arwah
atau indang sehingga indang selalu meminta suguhan layaknya manusia. Suguhanya adalah
berupa kemenyan dan bunga. Berbeda dengan mantera jalangkung yang datang tak di
undang dan pulang tak diantar, maka indang, pulang harus di antar.
Biasanya pertunjukan ini di
iringi oleh puluhan tembang/gending. Empat diantaranya sangat berpengaruh dalam
mengundang indang, mereka adalah cempo, eling eling, kembang jeruk, dan
ricik-ricik.
Para penikmat ebeg biasanya
memahami benar, apabila satu dari keempat gending itu dimainkan., maka pasti
para indang akan segera datang dan merasuki para penari. Sulit memang untuk
mempercayainya. Tetapi itulah kesenian ebeg, kesenian yang unik, khas dan
mengakar kuat di masyarakat dimana estetika dan alam gaib tidak bisa di
pisahkan.
Penimbul biasanya membuat pagar
gaib di sekeliling lokasi permainan agar para pemain yang kerasukan tidak
keluar dari area permainan sehingga membahayakan para penonton. Baik penimbul
dan ketua indang harus membuat semacam perjanjian kapan permainan di mulai dan
kapan permainan harus berahir.
Memasuki puncak pertunjukan ebeg,
Gending mulai berubah menjadi gending eling eling, dengan tempo yang cepat. Para
pemain mempercepat tarianya mengikuti irama gending. Pengaruh magis semakin
terasa. Seolah-olah indang berada diatas melayang-layang. Bau kemenyan menebar
kemana-mana dan terasa sangat menusuk hidung. Merka tahu bahwa indang semakin
mendekat. Sebagian penonton mulai bertingkah aneh.
Pada saat ini orang mulai
kehilangan kesadaranya. Namun mereka tetap harus segera di sdarkan agar tetap
bisa menari, kendati masih dalam pengaruh indang.
Penonton yang sedang mendem atau
kesurupan bisa juga menularkanya kepada temanya. Caranya dengan menyemburkan
air kembang atau memandang lalu menjejakkan kainya tiga kali ke tanah. Pertunjukkan
selesai penimbul harus menepati janjinya untuk memulangkan kembali arwah ke
tempat dimana mereka bermukim.
Sekali lagi ebeg ini tidak
berbeda dengan kesenian kuda lumping. Kekuatan mistis memang menjadi daya tarik
kesenian ini.
Itulah sedikit uraian tentang
kesenian ebeg dari Jawa Tengah yang hampir punah tergerus oleh budaya
modernisasi . kini sebagai anak bangsa sudah saatnya kita melestarikan budaya –
budaya bangsa seperti kesenian tradisional ini.
Semoga artikel ini bermanfaat.
0 komentar: